Gigi Anak: Beda Usia Beda Risiko

Article | 2020-02-10 17:18:09

Home » Articles » Gigi Anak: Beda Usia Beda Risiko

Gigi manusia baik gigi susu dan gigi dewasa tumbuh bertahap seiring dengan perubahan pola makan. Di sinilah terjadi perubahan risiko yang penting sekali diperhatikan agar mampu mengantisipasi segala kemungkinan terjadinya penyakit atau kerusakan pada gigi dan mulut. Apalagi terbukti bahwa sejalan dengan bertambahnya usia, kejadian karies akan semakin meningkat. Gigi yang paling terakhir tumbuh lebih rentan terkena karies karena sulitnya membersihkan gigi tersebut.

Faktor yang menyebabkan karies pada anak adalah perilaku, lingkungan dan pelayanan kesehatan gigi. Salah satu faktor yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies adalah kebersihan gigi dan mulut.

Karies gigi merupakan suatu proses kerusakan yang terjadi akibat adanya interaksi antar faktor di dalam mulut. Faktor yang berperan meliputi faktor gigi, ludah (komposisi gigi, posisi gigi, keasaman ludah dan kekentalannya), bakteri, karbohidrat (sukorsa dan glukosa) dan faktor waktu.

Pada tahap perkembangan bayi, gigi susu mulai tumbuh sekitar usia 5 bulan. Pada saat ini makanan padat mulai bisa diberikan. Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah mulai melakukan aktivitas pengunyahan. Saat bayi berusia 18 bulan sampai 6 tahun, dua puluh gigi susu sudah tumbuh secara lengkap.

Bayi yang disusui sepanjang malam memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya karies. Melekatnya puting susu ibu sepanjang malam hari di mulut bayi akan menyebabkan ASI kontak dengan gigi lebih lama. Apalagi ketika tidur, aliran ludah dan aktivitas penelanan akan berkurang yang menyebabkan bakteri-bakteri melakukan fermentasi terhadap air susu menghasilkan asam. Asam inilah yang akan membuat keropos gigi anak.

Proses pemberian ASI yang tidak tepat juga bisa memicu terjadinya karies pada anak. Jika ibu memberikan ASI pada posisi tidur, keseringan si ibu juga ikut tertidur sehingga ibu tidak dapat mengontrol pemberian ASI pada anaknya. Posisi menyusui sambil tidur ini menyebabkan tergenangnya ASI di saat anak sudah tertidur dengan puting susu ibu masih berada di rongga mulut anak.

Pemberian minuman melalui dot juga memiliki risikonya sendiri. Terutama bila dot tersebut berisi susu formula yang mengandung pemanis sukrosa atau gula pasir. Gula adalah penyebab karies utama.

Pada usia 2 tahun, anak mulai belajar menggosok gigi dari orang tua. Inilah momen krusial apakah anak-anak mampu meniru kebiasaan baik dari orang tua atau tidak. Jumlah bakteri juga berpengaruh pada pembentukan karies gigi. Pada usia 2-3 tahun, risiko karies akan lebih tinggi pada gigi susunya.

Di usia 2 tahun inilah orang tua perlu memeriksakan gigi anaknya dengan lebih teratur bukan hanya ketika ada keluhan saja. Anak sebaiknya dibawa ke dokter gigi secara rutin yaitu 6 bulan sekali untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan gigi serta merawatnya jika diperlukan.

Pada usia 6 tahun, gigi susu mulai tanggal secara bertahap dan secara bertahap pula digantikan gigi permanen. Di rentang usia 6 – 12 tahun, gigi susu mulai digantikan dengan gigi permanen. Pilihan makanan akan berbeda pada usia ini. Masalah kesehatan yang menjadi fokus utama pada usia ini adalah karies dan ketidakteraturan gigi.

Pada usia 12-18 tahun, semua gigi permanen telah tumbuh dengan lengkap. Seiring dengan matangnya si anak dalam menjaga kebersihan giginya, wawasan terhadap kesehatan gigi lebih rinci lagi harus ditanamkan untuk menghindari masalah di masa yang akan datang.


Sumber:

  1. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Maj Ked Gigi Universitas Sumatera Utara. 2005; 38(3): 130–4.

  2. Alhamda S. Status kebersihan gigi dan mulut dengan status karies gigi (kajian pada murid kelompok umur 12 tahun di sekolah dasar negeri kota bukittinggi). Berita Kedokteran Masyarakat. 2011; 27(2): 108–15.

  3. Rahayu TU. Pengaruh edukasi menggunakan Kartu Indikator Karies Anak (KIKA) terhadap perilaku ibu tentang pencegahan karies gigi sulung di Kelurahan Randusari Semarang. Jurnal Media Medika Muda KTI Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2013; 2(1):1-9.

  4. Isro’in L, Andarmoyo S. Personal Hygiene: konsep, proses, dan aplikasi praktik keperawatan. Jakarta: Graha Ilmu; 2012.

  5. Noviani N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status karies gigi (DMFT) Santri Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman Parung Bogor tahun 2010. [Thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2010.

  6. Muttaqin A, Sari K. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika; 2011.

  7. Pintauli S, Hamda T. Menuju gigi dan mulut sehat: pencegahan dan pemeliharaanya. Edisi ke-1. Medan: USU Press; 2008.

  8. Malau KSA. Nursing Caries pada Anak 2-5 tahun di BKIA Kecamatan Medan Denai tahun 2010 [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010.

  9. Halim MP. Peran orang tua terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak dan status kesehatan gigi dan mulut anak kelas II SD St Yoseph 1 Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2012.

  10. Effendy N. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 1998.

  11. Winarsih BD. Hubungan peran serta orang tua dengan dampak hospitalisasi pada anak usia prasekolah di RSUD RA Kartini Jepara [Thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012